Followers

Saturday, November 14, 2009

JANGAN BANYAK OMONG “NIKAH”

Belakangan ini beberapa perbincangan di kajian rutin, pertemuan pekanan, tulisan-tulisan di facebook dan bahkan obrolan santai temen-temen kalau saya rasa-rasakan banyak yang mengarah ke satu tema ya, apa itu??? “PERNIKAHAN”.
Barangkali memang cukup menarik membicarakan masalah yang satu ini, terutama bagi para insan yang masih menunggu saat datangnya Allah memberikan anugerah baginya untuk menyempurnakan separuh dari agama.

Tetapi ternyata seringkali pembicaraan tentang tema ini memang kurang begitu berimbang. Sejauh yang saya ikuti memang sebagian besar terkesan profokatif. Saya sempat berfikir ”Apa mungkin hanya saya saja ya, yang merasa terprofokasi dengan tema-tema seperti itu??” Tapi nampaknya tidak, ternyata setelah mengikuti kajian atau materi dengan tema-tema seperti itu banyak juga temen-temen yang kemudian latah obrolannya tentang itu.

Kawan, memang tidak ada salahnya ketika kita senang dengan tema-tema perbincangan seperti itu. Apalagi kalau itu kita niatkan sebagai sarana kita untuk i’dad (persiapan) sebelum kita bener-bener siap untuk menuju kesana. Yang menjadi masalah adalah ketika setiap pembicaraan, bercanda, maupun obrolan selalu mengarah kesana tanpa ada batas-batas dan tujuan yang jelas. Terkadang permasalahan lebih penting yang seharusnya bisa kita bahas dan diskusikan menjadi kurang serius kita bicarakan.

Setelah sedikit merenung, ternyata yang menyebabkan banyak temen-temen jadi seneng ngomongin masalah ini adalah karena penangkapan materi oleh kita yang kurang berimbang. Seringkali ingatan kita lebih senang ketika menyimpan ”file-file” materi yang sifatnya adalah cerita dan hal-hal yang mungkin nampak indah ketika seseorang sudah berkeluarga. Benar pa bener nich?? Hayoo ngaku aja lah...

Mulai dari janji Allah yang akan menjadikan mereka kaya apabila mereka miskin, kemudian semua yang tadinya haram menjadi halal bahkan bernilai ibadah, kemudian janji pahala yang besar dari Allah apabila salah satu membangunkan yang lain di malam hari untuk Qiyamul lail bersama. Apalagi kalo ustadz atau pembicara yang menyampaikan materi menambah ”bumbu-bumbu penyedap” yang lain, seolah-olah memang semua akan menjadi sempurna kenikmatannya ketika seseorang sudah berkeluarga.

Nah itu dia...... Seringkali karena sudah terlena dengan lamunan-lamunan yang indah tadi, ingatan kita jadi tidak bisa menyerap sisi lain dari materi yang disampaikan. Kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipenuhi seseorang ketika sudah berkeluarga menjadi terlupa semua, repot kalau sudah gitu!!!

Coba siapa yang masih inget tentang materi itu???

Tentang bagaimana kewajiban seorang suami yang harus menjaga dan mendidik istri serta anak-anaknya agar selamat di dunia & akherat, bagiamana kewajiban seorang istri yang harus menjaga kehormatan suami dan keluarga serta tanggung jawabnya dalam mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang sholeh dan sholehah.

Dua hal itu saja kalau mau kita fikirkan baik-baik tidak mudah kawan. Belum lagi kewajiban-kewajiban yang lain. Marilah sekarang kita evaluasi diri kita masing-masing, kira-kira saat ini apakah kita sudah bisa menjaga diri kita dengan baik sebelum kita dibebani untuk menjaga keluarga kita?? Coba kita lihat diri kita, seberapa konsisten diri kita menjalankan amalan-amalan yaumi seperti sholat tepat waktu, tilawah, sholat sunnah, dzikir, dll? Seberapa konsisten kita menjaga setiap anggota badan kita dari bermaksiat kepada Allah? Seberapa pantaskah diri kita menjadi qudwah bagi temen-temen sekitar kita sebelum kita menjadi qudwah dalam keluarga kita?

”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya adalah para malaikat yang garang, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintah.” (At- Tahrim: 6)

Demikian juga bagi para calon ummahat, coba juga sejenak kita evaluasi diri kita. Seberapa konsisten kita menjaga lisan kita dari membicarakan saudara sebelum kita menjaga kehormatan suami dan keluarga? Seberapa konsisten kita menuntut ilmu agama dan mengamalkannya sebelum kita mendidik anak-anak kita supaya mau mengamalkan ajaran agama?

Mohon maaf sebelumnya, bukan bermaksud untuk melemahkan temen-temen yang sudah punya azzam yang kuat untuk segera melanjutkan ke tahapan amal yang kedua, bina usroh muslimah. Seandainya temen-temen memang sudah siap dan merasa bisa untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab dalam berkeluarga, saya malah sangat menyarankan untuk bersegeralah. Tapi yang penting gak usah banyak omong, kasihan donk yang lain yang belum siap. Silakan saja tanpa ada kabar burung atau kabar bebek tiba-tiba temen-temen nyebar undangan, nah itu malah jadi bikin kejutan buat yang lain asalkan dengan proses yang bener.

Tapi kalau memang kita menyadari diri kita belum siap, ya udahlah gak usah banyak omong juga. Hati-hati, jangan sampai keinginan kita semakin memuncak gara-gara ngomongin itu terus sampai akhirnya tergelincir ke jalan yang salah (VMJ : Virus Menuju Jahanam). Atau barangkali dengan kondisi yang belum bener-bener siap, memaksakan untuk menikah yang akhirnya di tengah perjalanan nanti akan banyak permasalahan keluarga yang ditemui.

Yang penting kita lakukan sekarang adalah persiapkan diri dengan baik, minimalisir pembicaraan-pembicaran yang tidak bermanfaat, gunakan waktu seproduktif mungkin, berdo’a supaya Allah menjaga kita dari goda’an-goda’an setan, serta mohonlah supaya Allah memberikan yang terbaik buat diri kita. SEMUA AKAN INDAH PADA WAKTUNYA.....

Ehh, satu lagi : jangan lupa do’akan saya juga ya dan ingatkan kalau saya sedang salah...

Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan taufik kepada kita, Amiin...

No comments: