Followers

Saturday, November 20, 2010

IBU PENJELAJAH 16 NEGARA

Tidak rugi ternyata lembur hari Rabu kemarin. Meski jari-jari seakan sudah bosan melekat ditempatnya, yang mungkin saja itu wujud protes mereka sejak pagi sampai jam 10 malam diberi amanah menggenggam golok mencincang daging sapi qurban. Tapi alhamdulillah banyak pelajaran didapat hari itu.

1. Pelajaran pertama : Bawalah golok atau pisau yang tajam kalau mau bantu proses pemotongan daging qurban.

Penting buat kita untuk mempersiapakan alat-alat qurban sehari sebelumnya kalau tidak mau malu di hari-H. Seperti yang saya alami kemarin, barangkali alokasi waktu buat mengasah golok sama lamanya dengan alokasi waktu mencincang daging. Untung saja pisau punya murid-murid yang lain sama tumpulnya, jadinya gak terlalu kelihatan sibuk sendiri mengasah golok. Bayangkan kalau disaat yang lain sibuk mencincang daging kita malah sendiri sebentar-sebentar mengasah pisau…

2. Pelajaran kedua : Jangan jadi ketua panitia qurban menjelang nikah.

Ceritanya yang jadi ketua panitia qurban kemarin adalah salah satu guru di sekolah. Hebatnya empat hari setelah idul Adha ternyata beliau mau walimatul ursy. Karena waktu itu mungkin saja beliau kurang fokus, banyak teman-teman panitia lain yang sedikit mengeluh karena semua kebijakan dan permasalahan akhirnya kembali ke bapak kepala sekolah. Bukan saya ngajari untuk menolak amanah dari masyarakat atau dari instansi tempat kita bekerja, tapi coba kita mengukur kemampuan diri sendiri. Tapi saya tetap acungi empat jempol kepada bapak ketua panitia. Disela-sela ruwetnya aktivitas hari itu, beliau masih sempat ngeprint dan bagi undangan walimah ke guru-guru dan karyawan termasuk ke saya.

3. Pelajaran ketiga : jangan duduk terlalu dekat dengan ibu-ibu.

Yang satu ini mungkin khusus buat konsumsi teman-teman ikhwan. Bayangkan saja dijadikan bahan bercandaan habis-habisan. Ada yang bilang mau dijadikan mantu … “sayang anak-anake ibu-ibu niki sampun mentas sedoyo mas, sampun kagungan putu sedoyo mas”. Ada ibu yang manggil “lhe…lhe…”, saya dikira salah satu murid SMA. Alhamdulillah ternyata terbukti kalau saya memang kelihatan masih muda. Yang bikin heboh lagi ada salah satu bapak CS yang nyelethuk “untung saja ibu’e dah tua pak, kalau masih muda bisa jatuh cinta….”. Serentak seperti paduan suara, bbrrrrrrrrrrrrr….

Sebenarnya kemarin tidak sengaja ambil posisi dekat gerombolan ibu-ibu. Niat saya hanya ingin sami’na wa atho’na kepada kakek saya saja, pasalnya beliau memberi wejangan ke saya sebelum berangkat : “goloke mbahe ojo kanggo nyacah balung yo lhe, kanggo ngiris daging wae mengko mundak gerimpil”. Kebetulan saja bagian nyincang daging adalah ibu-ibu dan murid-murid di sekolah. Akhirnya demi melaksanakan amanah sang kakek, terjebaklah saya di rombongan ibu-ibu tua yang ceria penuh tawa.

4. Pelajaran keempat : Jangan mau kalah dengan ibu penjelajah 16 negara.

Meski malu tiada tara dijadikan bahan bercanda, tapi ada sebuah pelajaran yang sangat berharga ketika satu lokasi dengan ibu-ibu perkasa itu. Salah satu ibu tua yang duduk di depan saya bercerita bahwa beliau sudah pernah tinggal di 16 negara. LUAR BIASA!!! Tidak hanya mampir atau wisata, tapi benar-benar tinggal dan menetap minimal tiga sampai empat bulan di tiap-tiap negara. Awalnya saya juga agak ragu dengan cerita beliau tapi seorang ibu yang duduk di sebelahnya kemudian menepis keraguan saya ketika beliau memberikan kesaksiannya. Sambil mencincang dan menimbang daging qurban, ibu tadi asyik bercerita, “saya pernah tinggal di Amerika, Arab, Irak, Spanyol, Korea …”. Sudah tiga benua beliau singgahi, saya jadi penasaran kemudian bertanya, “ ke Mesir pernah Bu?”. Dengan nada datar tanpa kesombongan beliau menjawab, “ Pernah mas, saya dulu tinggal di Kairo , itu lho sungai apa namanya…”, setelah kelihatan berdikir sebentar beliau melanjutkan, “iya sungai Nil, saya dulu tinggal di dekat pinggiran sungai Nil itu”. Mantab sekali, empat benua sudah dijelajahinya kawan. Beliau tambahkan lagi, “Yang belum pernah saya tinggali cuma Australia”.

Siapa mau mengikuti jejak beliau? Jangan mengira beliau miliarder, dosen, pengusaha, ilmuwan, apalagi pejabat. Beliau hanya bekerja di luar negeri sana. Pekerjaannya pun cukup unik, kadang jadi karyawan, kadang jadi koki, kadang juga nemeni dansa orang-orang bule. Kita yang sudah sekolah sampai sarjana jangan mau kalah dengan beliau. Tapi saya sarankan jangan mau diajak bule berdansa.

5. Pelajaran kelima : banggalah jadi orang Indonesia

Saya sampaikan pelajaran kelima ini sebagai rasa hormat saya atas semangat bapak-bapak, ibu-ibu, murid-murid, dan teman-teman kantor dalam prosesi qurban kemarin. Merekalah mungkin orang-orang yang masih memiliki semangat dan darah orang Indonesia asli. Mungkin saja mereka belum pernah makan makanan aneh-aneh dari barat. Kelihatan sekali rasa kekeluargaan, keakraban, semangat dan pantang menyerah.

Berbeda sekali dengan orang-orang Turki yang juga rekan-rekan dan pimpinan dikantor. Dari yang pimpinan sampai karyawan, dari yang tua sampai yang paling muda, dari yang paling tinggi sampai yang paling pendek seperti kita-kita, tak terlihat satu pun yang bantu proses qurban. Ada seorang bapak-bapak dengan rambut dan jenggot putih cuma mondar-mandir bawa kamera. Anak-anaknya apalagi, kesana-kemari gak jelas kerjaannya. Para guru saya lihat malahan pada duduk-duduk didepan komputer di ruang male teacher. Giliran malam hari tiba, saat teman-teman sebangsa dan setanah air masih pada sibuk mencincang daging, mereka malah pesta bakar sate sambil menyaksikan pertunjukan musik dari para murid. Benar-benar kesenjangan yang tidak sedap dipandang mata…

Banggalah teman-teman menjadi bangsa Indonesia dan jagalah kemurnian darah Indonesia yang mengalir dalam tubuh kita.

6. Pelajaran keenam : Pendidikan kalah dengan ketekunan.

Satu lagi pelajaran berharga yang saya dapat saat qurban kemarin adalah tentang ketekunan bekerja. Salah seorang ibu yang duduk tepat di sebelah kanan saya juga tidak mau ketinggalan menceritakan pengalaman hidupnya. Saat ini beliau sudah punya dua kendaraan roda enam dan dua kendaraan roda empat. Beliau sekarang adalah seorang juragan beras yang setiap pekan sering keliling keluar kota untuk berdagang beras. Kalau belum mendengar ceritanya, teman-teman pasti mengira beliau seorang Sarjana Ekonomi Manajemen atau seorang anak juragan kaya yang mewarisi usaha orang tuanya. Salah besar kalau teman-teman mengira demikian karena SD pun beliau tidak tamat. Dengan modal tekun, sabar, dan kerja keras, beliau bisa menjadi seorang juragan seperi sekarang.

Saya tidak kemudian menyarankan supaya teman-teman meninggalkan sekolah atau kuliah kemudian hanya bekerja mengejar harta saja, tapi ilmu tentang tekun dan kerja keras yang bisa kita ambil dari sini. Setinggi apapun kita sekolah kalau tidak kita iringi dengan kerja keras, tekad, dan semangat yang kuat, bisa jadi gelar dan ilmu yang kita miliki tidak akan ada manfaatnya untuk kita sendiri maupun untuk umat manusia.

Sedikit pelajaran di atas semoga bermanfaat buat kita semua. Sebenarnya masih ada beberapa pelajaran yang ingin saya sampaikan seperti : Jangan mengirim SMS bergambar sapi ketika malam Idul Adha dengan beberapa alasan, tapi saya khawatir ada sapi yang tersinggung. Karena kalau tidak salah, salah satu kode etik menulis adalah tidak boleh saling menyinggung sesama ciptaanNya.

Selamat berjuang kawan-kawan, HIDUP SEKALI HIDUPLAH YANG BERARTI!!!

[ Solo - Sragen, 19 Nopember 2010 ]

Monday, November 08, 2010

KEPADA YANG KECEWA TERHADAP PARTAI DAKWAH

Sebelumnya mohon maaf karena pembicaraan ini dibatasi bagi teman-teman yang memahami bahwa dakwah politik adalah sebuah keniscayaan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam Islam yang syamil mutakamil. Kalau masih ada yang mempermasalahkan boleh atau tidak, bid’ah atau sunnah, halal atau haram, saya mohon untuk cukup berhenti membaca sampai disini. Saya harap mereka mau mengkaji lebih dalam lagi tentang arti dan makna politik dalam kamus besar bahasa Indonesia.

Khilafah Utsmaniyah runtuh karena makar politik, Palestina terjajah sampai sekarang karena makar politik, Amerika dan sekutunya menjamah negeri-negeri Islam dengan makar politik, sebagian besar rakyat Indonesia belum merasakan keadilan dan kesejahteraan sampai sekarang juga karena ketidaklurusan orientasi politik. Itu akibat apabila politik diperankan oleh orang-orang yang salah dalam orientasi berpolitik dan tidak memiliki ideologi yang bersih.

Sebaliknya apabila politik diperankan oleh orang-orang yang memiliki orientasi yang jelas dan bersih maka yang terjadi adalah keadilan, kesejahteraan dan kemenangan umat. Kalau tidak percaya coba saja kaji kembali tentang sejarah Fathu Makkah yang diawali dari perjanjian hudaibiyah dengan kompetensi politik Rasulullah yang luar biasa, tentang sejarah kejayaan Islam yang menaungi dua pertiga dunia dengan kemuliaan, dan sejarah-sejarah gemilang yang lain.

Sangat disayangkan kalau umat Islam saat ini tidak segera bersatu padu dan berupaya untuk meluruskan cara dan orientasi berpolitik serta memanfaatkannya dalam rangka memberikan kesejahteraan kepada umat tetapi justru masih terkurung dengan debat kusir boleh dan tidaknya berpolitik.

Masuk ke pokok pembicaraan, barangkali saat ini kita sering menemui saudara, keluarga, sahabat, binaan, atau bahkan kita sendiri yang mulai merasakan kekecewaan terhadap partai dakwah. Entah kekecewaan itu diungkapkan secara verbal ataupun dari sikap yang terlihat.

Sebelum mengajak diskusi dan memberikan pemahaman sebaiknya ditelusuri terlebih dahulu hal apa yang menyebabkan seseorang kecewa terhadap partai dakwah. Kekecewaan bisa muncul karena ketidakpuasan terhadap capaian partai dakwah dalam berkontribusi menyelesaikan permasalahan bangsa. Hal itu biasa terjadi di kalangan orang-orang eksternal. Kekecewaan bisa juga muncul karena tidak sefaham dengan kebijakan yang ditetapkan oleh para qiyadah atau bisa juga karena kesalahan yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam internal partai dakwah. Yang kedua ini biasa terjadi di internal para kader dakwah.

Pada diskusi kali ini, kita akan lebih banyak membahas pada kasus yang kedua. Apabila kekecewaan itu muncul karena tidak sefaham dengan kebijakan yang ditetapkan oleh para qiyadah barangkali kita perlu untuk mengajaknya mengkaji kembali tentang shirah-shirah Islam. Sebagai contoh adalah potongan kisah detik-detik Perjanjian Hudaibiyah sebagai berikut:

Di kalangan kaum Muslimin timbul keheranan terhadap cara dan sikap yang ditempuh Rasulullah. Terhadap lawannya, beliau bersikap sedemikian lunak hingga dianggap oleh kaum Muslimin sebagai tindakan yang terlalu jauh, padahal semestinya -menurut mereka- beliau bersikap keras. Terhadap para sahabatnya, beliau tidak sebagaimana biasanya. Beliau tidak mengajak mereka bermusyawarah sebelum menyetujui syarat-syarat yang diusulkan oleh Quraisy.

Padahal setiap kali beliau menghadapi masalah perang dan damai, beliau selalu meminta pendapat para sahabat, sekalipun adakalanya beliau tidak menerima pendapat yang mereka ajukan. Namun, ketika mengatasi masalah Hudaibiyah itu beliau mengambil prakarsa sendiri dan menetapkan sesuatu yang tidak disukai oleh para sahabat.

Az-Zuhri meriwayatkan sebagai berikut, “Setelah persoalan semakin rumit, dan jalan satu-satunya adalah diadakan perjanjian damai, Umar melompat mendekati Abu Bakar lantas berkata, ‘wahai Abu Bakar, bukankah beliau seorang utusan Allah?’
Abu Bakar menjawab, “Ya jelas!”. Umar berkata lagi, “Dan bukankah kita ini orang-orang muslim?”
“Ya benar”, jawab Abu Bakar.
Umar masih berkata lagi, “Dan bukanlah mereka itu adalah orang-orang musyrik?”
Abu Bakar menjawab, “Ya benar!”
Umar berkata lagi, “Lalu kenapa kita rela agama kita ini direndahkan?”
Abu Bakar menjwab, “Wahai Umar, patuhilah perintah beliau, karena aku bersaksi bahwa beliau adalah utusan Allah.”
Umar berkata, “Aku pun bersaksi bahwa beliau adalah utusan Allah.”
Selanjutanya Umar menghadap Rasulullah saw dan mengatakan, “Bukankah engkau adalah utusan Allah?”
Beliau menjawab, “Ya, benar!”
“Dan bukankah kita ini orang-orang Muslim?” tanya Umar selanjutnya.
Beliau menjawab,”Ya, benar!”
Umar bertanya lagi, “Bukankah mereka adalah orang-orang musyrik?”
“Ya, benar!” jawab Nabi.
Umar berkata, “Lalu kenapa kita rela agama kita ini direndahkan?”
Nabi menjawab, “Aku adalah seorang hamba dan utusanNya, dan aku tidak akan berani menyelisihi perintah-Nya. Allah swt tidak akan pernah menyia-nyiakanku.”
Rasulullah saw kemudian memanggil Ali bin Abi Thalib. Kepadanya beliau berkata, “Tulislah bismillah ar-rahman ar-rahim!”
Suhail sang utusan kaum Quraisy berkata, “Aku tidak mengenal kalimat ini. Tulislah bismillah allahuma!”
Rasulullah saw kemudian bersabda lagi kepada Ali, “Tulislah bismillah allahuma!”. Ali pun menuliskannya.
Selanjutnya beliau bersabda kepada Ali, Tulislah: Ini adalah piagam perjanjian damai yang telah disepakati oleh Muhammad Rasulullah dan Suhail bin ‘Amru.”
Suhail menyahut, “Kalau saja saya mengakui bahwa engkau adalah Rasulullah, tentu saya tidak akan memerangimu. Tetapi tulislah atas namamu dan orang tuamu.”
Rasulullah kemudian memerintahkan Ali, “Tulislah: Ini adalah piagam perjanjian damai yang telah disepakati oleh Muhammad bin Abdullah dan Suhail bin ‘Amru. Keduanya menyetujui gencatan senjata selama sepuluh tahun. Selama masa itu, kedua belah pihak tidak akan saling serang, semua orang terjamin keamanannya. Apabila ada orang dari pihak Quraisy menyeberang kepihak Muhammad tanpa seijin walinya, maka ia harus dikembalikan kepada Quraisy. Sebaliknya, bila ada pengikut Muhammad yang menyeberang ke pihak Quraisy, maka ia tidak akan dikembalikan kepada Muhammad.
Di antara kita (kedua belah pihak) tidak akan menyembunyikan niat jahat. Selama perjanjian ini berlaku, tidak boleh terjadi pencurian dan pengkhianatan kantara satu dengan yang lain. Jika ada pihak yang ingin bersekutu dengan pihak Muhammad, atau yang ingin bersekutu dengan pihak Quraisy, dipersilakan.
Dalam tahun ini, Muhammad dan para sahabatnya harus pulang meninggalkan kota Mekkah dengan ketentuan bahwa tahun berikutnya mereka diperkenankan kembali memasuki kota Makkah dan boleh tinggal selama tiga hari. Namun ini dengan syarat bahwa mereka tidak boleh membawa senjata selain pedang yang disarungkan (tidak dihunuskan).”

Kita perhatikan potongan kisah diatas. Orang sekualitas Umar pun saat itu masih muncul rasa kurang yakin dengan keputusan yang diambil oleh Rasulullah. Saat itu para sahabat merasa sangat dirugikan dengan perjanjian yang telah dibuat tetapi pada akhirnya mereka dan kita semua tau bahwa Perjanjian itu adalah awal dari sebuah kemenangan besar pembebasan Makkah.

Kemudian bagaimana dengan kita yang masih mudah terpengaruh oleh bahasa-bahasa provokatif di media massa. Sangat rawan timbul kesalahfahaman yang berujung pada kekecewaan apabila tidak segera minta penjelasan kepada yang lebih faham. Padahal kita tahu bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan telah dimusyawarahkan oleh para qiyadah yang kompeten di bidang syariat dan juga bidang keilmuan yang lain.

Selain yang telah dibahas diatas, ada juga yang kecewa terhadap partai dakwah karena mendapati kesalahan atau penyimpangan yang dilakukan oleh oknum yang berada didalam partai dakwah. Dalam hal ini sebaiknya kita memahami bahwa partai dakwah bukanlah jama’ah Malaikat yang tidak pernah salah. Kalau saja kader dakwah adalah Malaikat tentu saja tidak akan pernah terjadi peristiwa menyedihkan di bukit Uhud, tidak akan pernah ada fitnah besar perang Saudara pada masa Imam Ali ra, tidak akan pernah ada juga pengkhianatan di benteng kota Aka pada masa Perang Salib, yang semuanya menyebabkan sekian banyak kaum muslimin terbunuh. Kesalahan itu terjadi karena memang aktivis dakwah adalah manusia biasa yang tak luput dari khilah dan salah. Tetapi bukan berarti karena kesalahan-kesalahan itu tadi dakwah kemudian tenggelam dan lenyap, buktinya sampai saat ini Islam tetap eksis dan terus berkembang. Hal itu terjadi karena meskipun kesalahan sering dilakukan oleh oknum-oknum aktivis dakwah, masih banyak orang-orang baik didalam jamaah dakwah yang selalu mengingatkan dan terus berjuang dalam dakwah dengan orientasi yang benar dan lurus.

Begitu juga dengan kita saat ini apabila mendapati kesalahan ataupun penyimpangan yang dilakukan oleh satu dua orang kader sebaiknya segera meluruskan dan mengingatkan bukan malah kecewa dan keluar dari jama’ah dakwah.
Sebagai penutup barangkali bisa ditawarkan tiga pilihan kepada orang yang kecewa terhadap partai dakwah:

1. Tetap teguh dan bersabar berjuang bersama partai dakwah. Karena meskipun mendapati kesalahan dan penyimpangan dilakukan oleh beberapa kader dakwah, tentunya yang baik dan yang masih berpegang teguh pada asholah dakwah lebih banyak dan mendominasi.

2. Apabila kekecewaan itu memang sudah tidak dapat diobati, maka sebaiknya bergabung dengan partai Islam yang lain yang menurutnya masih sesuai dengan apa yang dia yakini. Inilah mungkin jawaban dari pertanyaan salah seorang teman yang memepertanyakan mengapa partai-partai Islam terpecah kalau sebenarnya memiliki tujuan yang sama. Karena memang cara pandang terhadap orientasi dakwah politiknya tidak bisa disamakan. Kalau yang dilihat adalah tujuan yang diverbalkan melalui visi dan misi, jangankan partai-partai Islam, semua partai yang ada di Indonesia punya tujuan yang sama.

3. Apabila semua partai Islam tidak sesuai dengan yang dia yakini, pilihan ketiga adalah buat saja partai Islam sendiri kalau memang mampu. Tentu saja itu akan menambah jumlah dan daftar partai Islam yang katanya punya tujuan yang sebenarnya sama.

Kalau dari tiga alternatif di atas tidak ada yang dipilih, berarti hanya ada satu pilihan buat kita : tinggalkan saja dan lupakan semua omongannya. Karena orang semacam itu ibarat “tong kosong berbunyi nyaring” yang tidak mau atau bahkan tidak mampu untuk melakukan apapun. Hanya satu yang bisa dilakukan dan memang semua orang bisa melakukan : KOMENTAR.
Wallahua’lam.

[ jogja-solo, 20-22 Oktober 2010 ]