Followers

Sunday, January 30, 2011

KHITBAH…

Alhamdulillah hari ini diberikan lagi kesempatan & kekuatan oleh Allah untuk bisa kembali menuliskan pengalaman hidup. Setelah hampir satu bulan tidak sempat menulis karena sibuk persiapan ujian. Saya menulis kisah ini hanya sekedar membagi pengalaman, kalau ada yang bermanfaat semoga bisa menjadi pelajaran bagi teman-teman yang lain. Kalau ada yang kurang baik semoga juga menjadi pelajaran bagi kita semua untuk tidak mengulangi, dan saya mohon tadzkirohnya.

================

Beberapa waktu yang lalu saya sudah berazzam untuk menggenapkan separuh agama. Maka dari itu saya segera melengkapi biodata diri yang sebenarnya sudah lama sekali saya persiapkan sehingga tidak perlu waktu lama pun sudah jadi. Setelah itu waktunya mengumpulkan keberanian untuk menyampaikannya kepada guru ngaji.


“Ada apa Akhi, kok tumben tiba-tiba silaturahmi?”, pertanyaan telak dari sang guru sesaat setelah saya sampai rumah beliau. Maklum kalau tidak ngaji tidak pernah silaturahmi.


“Langsung saja ustadz, eemm…anu… e… begini ustadz. Saya sudah berazzam untuk melanjutkan tahapan amal yang kedua : membina keluarga yang islami.”, jawaban yang sedikit bergaya untuk meyakinkan sang guru meskipun dengan lidah agak kelu.


“Maksudnya antum sudah mau menikah?”


”kira-kira begitu ustadz.”


”Antum sudah siap akh?”, sepertinya beliau kurang begitu yakin, wajar saja ini pernikahan yang pertama kali.


”Kalau menurut ustadz bagaimana?”


”Lhoh kok malah tanya saya. Kalau sekilas yang saya tau dari antum, secara dzohir sih insyaAllah antum siap. Tapi terkait persiapan mental dan ruhiyah antum sendiri yang tau.”


”InsyaAllah siap ustadz, mohon bimbingannya saja.”


”Kriteria calon istri seperti apa yang antum inginkan akh?”


”Saya tsiqoh saja ustadz yang penting sholihah dan menjaga diri.”


Setelah perbincangan malam itu, tak lama kemudian sang guru memberikan biodata si Fulana (siapa dia? Tunggu tanggal mainnya ya..). Dari informasi yang pernah saya dapat, bagi ikhwan yang mengajukan proses nikah katanya memang tidak perlu menunggu lama. Salah seorang ustadz pernah meyampaikan, biodata akhwat itu mengalir seperti kran air tapi biodata ikhwan seperti air menetes dari pipa yang bocor setitik-demi setitik.

Setelah beberapa kali istikharah, akhirnya saya menyampaikan kepada ustadz untuk melanjutkan ke proses ta’aruf. Tidak perlu membentuk tim investigasi khusus untuk mencari informasi, cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui memberikan kemantapan di hati.


Proses ta’aruf pun berjalan lancar dan tidak berbelit-belit. Jangan salah faham ya, bukan karena kami sudah ta’aruf swadaya sebelumnya tapi sejak awal saya memang sudah memantapkan hati yang penting sholihah. Si Fulana pun untungnya juga tidak pasang target tinggi.


Setelah proses ta’aruf dan musyawarah kedua belah pihak selesai, tibalah waktu saya bersama sang guru untuk datang ke rumah akhwat menyampaikan khitbah kepada orang tua si Fulana. Sore itu saya bersama sang guru dan beberapa temen ngaji bersiap untuk berangkat ke rumah Fulana dengan menyewa sebuah mobil. Kalau yang ini bukan untuk bergaya, masalahnya waktu tempuh ke rumah Fulana sekitar dua sampai tiga jam perjalanan jadi tidak mungkin naik motor rame-rame. Itu sewa mobil pun yang paling murah.


Rombongan kami tiba di rumah Fulana sekitar ba’da Isya’. Keluarga Fulana pun menyambut kedatangan kami dengan baik. Sesampai disana kami dijamu makan malam terlebih dahulu. Makanannya yang bermacam-macam seperti ini nampaknya sudah benar-benar disiapkan sejak tadi. Alhamdulillah, sepertinya bakal dapat calon mertua yang baik.


Selesai makan dan berbincang-bincang ringan, akhirnya tibalah waktu untuk menyampaikan maksud kedatangan kami kerumah Fulana. Sang guru yang akan mewakili menyampaikan khitbah kepada orang tua Fulana.



Baru saja sang guru mau menyampaikan hal tersebut, tiba-tiba di depan rumah ada seseorang yang teriak-teriak, ”BANGUN-BANGUN, QIYAMUL LAIL”....

Saya pun heran, jam segitu kok ada orang teriak-teriak Qiyamul lail. Semakin lama suaranya terdegar semakin keras, ”BANGUN-BANGUN, QIYAMUL LAIL AKHI..”


Pandangan saya kemudian menjadi buyar, sesaat mencoba mengumulkan kesadaran ternyata sedang terbaring diatas tempat tidur. Subhanallah, ternyata semua tadi hanya mimpi. Beberapa saat termenung diatas tempat tidur, menengadahkan tangan meminta kepada Yang Maha Memberi Mimpi,

”Ya Rabbi, semoga mimpi tadi menjadi pertanda kebaikan bagi hamba-Mu ini. Semoga Engkau memberikan kepada hamba seseorang yang baik dari keluarga yang baik dan melalui proses yang baik dan berkah. Aamiin...”