Followers

Monday, August 23, 2010

Ikhwan Mencari Cinta (part 2) - cerpen

Tepat dua pekan sejak aku menerima biodata Rita dari ustadz Sholihin. Sudah berkali-kali aku melakukan sholat istihkoroh untuk minta petunjuk kepada Allah tapi mengapa seperti belum ada kemantapan dalam hatiku untuk melanjutkan proses ta’aruf dengan Rita. Sebenarnya kalau dilihat dari biodata yang aku terima, tidak ada satupun alasan untuk aku tidak menerima Rita. Awalnya ketika ustadz Sholihin memberikan biodata Rita padaku di rumah beliau dulu, aku sempat mengira barangkali ada yang kurang dari Rita sehingga Ustadz Sholihin memberikan nasihat panjang lebar kepadaku supaya aku lebih mempertimbangkan sisi agamanya. Tetapi ternyata setelah aku sampai rumah dan membuka biodata itu, subhanallah, seperti aku katakan tadi tidak ada alasan bagi siapapun laki-laki untuk tidak menerima Rita. Justru bisa jadi sebaliknya, dia yang mungkin tidak akan bersedia menerimaku. Wajahnya cantik, pakaian dan jilbabnya rapi, dia juga sudah bekerja sebagai guru di sekolah ternama di kota ini. Usianya satu tahun lebih muda dariku tapi dia lulus kuliah lebih cepat. Dia lulus tiga setengah tahun dan setelah itu langsung di terima mengajar di SMA almamaternya dulu karena kecerdasannya.
Meskipun belum sepenuhnya mantap, aku paksakan untuk meminta kepada ustadz Sholihin supaya beliau mempertemukanku dengan Rita. Aku merasa sudah terlalu lama tidak segera memberikan kepastian kepada ustadz Sholihin.

*****

Tiga pekan setelah proses ta'aruf, aku di minta untuk kerumah ustadz Sholihin. Beberapa kali bertemu dalam proses ta’aruf, Aku dan Rita merasa sudah bisa saling menerima satu dengan yang lain. Mungkin ada berita terbaru yang akan disampaikan ustadz Sholihin kepadaku

“Sebelumnya maaf Mad, aku harus menyampaikan pesan dari Rita. Bapaknya mensyaratkan supaya laki-laki yang akan menikahi anaknya haruslah seorang yang sudah punya pekerjaan yang mapan.” Ternyata malam ini ustadz Sholihin meminta aku ke rumah beliau karena ingin menyampaikan pesan dari Rita ini.

“Berarti bapaknya Rita tidak menerima lamaranku ya ustadz?” aku ingin coba memastikan apa yang aku dengar.

“Tenang saja, kamu harusnya bersyukur karena belum jadi melamar ke rumahnya. Rita baru menceritakan kepada bapaknya bahwa ada seorang laki-laki yang mau melamarnya. Setelah Rita menceritakan panjang lebar tentangmu, ternyata bapaknya belum bisa menerima karena kamu belum lulus dan belum mempunyai pekerjaan yang benar-benar mapan.” Ustadz Sholihin berhenti sejenak dan memintaku minum teh yang baru saja dihidangkan oleh istri beliau. Meskipun selera makan dan minumku hilang setelah mendengar cerita beliau tadi, tapi aku paksakan minum sedikit teh yang sudah dihadangkan untuk menghormati beliau. Beberapa saat setelah istri ustadz Sholihin masuk, beliau kemudian melanjutkan ceritanya.

“Rita bilang kepadaku kalau dia sudah berusaha untuk meyakinkan bapaknya bahwa sebentar lagi skripsimu akan selesai, dia juga sudah bilang kalau meskipun belum mapan tapi penghasilanmu saat ini sudah cukup untuk sekedar hidup berdua dengannya. Ibunya Rita sebenarnya juga tidak terlalu keberatan kalau kamu menikahi putrinya, tapi bapaknya tetap besikukuh supaya Rita menikah dengan seorang yang sudah mapan. Bapaknya akan lebih senang lagi kalau menantunya adalah seorang pegawai negeri. Wajar sajalah karena bapaknya Rita kan seorang pejabat di kantor pemda.”

“Terus bagaimana ustadz?” aku bingung mau bilang apa, hanya pertanyaan itu yang keluar dari mulutku.

Ustadz Sholihin tersenyum kecil kemudian berkata lagi kepadaku,
“Ahmad…., Allah Lebih Tahu siapa yang pantas untuk menjadi istrimu dan siapa yang pantas untuk menjadi suami bagi Rita. Mungkin saja Rita memang belum jodohmu, kamu kan sudah sholat istikhoroh minta petunjuk yang terbaik kepada Allah. InsyaAllah ada wanita yang lebih baik yang telah disediakan Allah untukmu.”

“Apa saya menunggu setelah wisuda saja ya ustadz? Saya khawatir akan ditolak untuk kedua kalinya kalau mau melamar akhwat yang lain sebelum lulus.”

“Kamu ini kok malah jadi putus asa begitu. Allah tidak menyukai hamba-hambaNya yang berputus asa dari rahmatNya. Kamu kan bilang kalau kamu sudah siap lahir dan batin, kedua orangtuamu juga sudah mendukungmu. Sekarang yang perlu kita lakukan adalah tetap ikhtiar dan berdoa kepada Allah supaya Allah mendekatkan jodohmu. Anggaplah semua kejadian yang telah kita alami ini pelajaran hidup yang berharga yang diberikan Allah untuk kita.”, ustadz Sholihin mencoba meyakinkanku.

“Baiklah ustadz, terima kasih atas semua nasihat ustadz. Saya mohon bimbingan terus dari ustadz.”

“InsyaAllah… Kamu sabar ya, semoga tidak lama lagi aku bisa memberikan biodata akhwat yang lain kepadamu.”

No comments: